Tentang Perasaan Yang Terhubung

 

Perekah-kata.blogspot.com


(Part 1)

 

Langit sudah berganti selimutnya. Matahari seperti biasa sudah berlagak sopan melambai pagi. Hari juga bagitu cerah. Awan putih tampak indah bergelantungan di atas langit biru. Burung-burung tampak terbang berlalu lalang, berpetualang memulai hari dengan semangat mencari rezeki. Ayam-ayam yang berinjak di bumi pun tengah sibuk mencakar tanah, mencari cacing untuk sarapan sambil sesekali berkokok memanggil tuannya—belum juga muncul dari kandangnya ‘Rumah’.

Di dalam Rumah, seorang pemuda tampak masih asyik dengan lelapnya. Ia tampak tertidur pulas usai berlelah semalaman, bekerja banting tulang hingga bergadang kemalaman, sampai pulang ke rumah ia langsung ketiduran dengan seragam kerja yang lupa belum terlepaskan.

Kini suara dengkur tengah menyuarakan betapa lelahnya pemuda itu. Ia ingin istirahat panjang untuk hari ini, inginnya begitu. Tapi ia lupa mengatur alarmnya agar tak menyala di pukul tujuh. Hingga akhirnya suara berisik alarm seketika kurang ajar mengganggunya.

 Pemuda itu kontan terbangun risih. Membangting jam wecker yang terus berdering nyaring. Sebentar kemudian, Ia lebih risih saat teringat hari ini adalah dirinya dipindah kerjakan (mutasi) ke toko baru. Secepat kilat ia langsung terperanjat bangun.

Beberapa saat kemudian, pemuda itu langsung terbirit bersiap berangkat kerja. Ia merasa tak perlu mengganti pakaiannya karena bau badannya bisa disamarkan dengan wangi parfum— pikirnya. Tak perlu mandi, cuci muka saja, sebab sudah tak ada waktu lagi, ia harus bergegas berangkat.

Tampaknya selalu seperti itulah pagi hari yang dilewati pemuda yang akrab disapa Muzaki itu. Sudah menjadi kebiasaan dirinya untuk bangun telat untuk pergi bekerja. Terlebih alasan toko tempat kerjanya yang terbilang dekat dari rumah dan kepala toko yang teramat ramah, memang selalu membuatnya lebih sengaja bersantai. Namun, hari ini tentu berbeda. toko tempat kerja barunya lumayan berjarak cukup jauh dari rumah dan tentunya kepala tokonya pun berbeda. Maka pagi ini ia begitu panik, tak ada alasan untuk bereleha ria dengan kemalasannya.

Tiba pukul delapan, dengan agak ngos-ngosan Muzaki masuk kedalam toko. Memperkenalkan diri pada kepala toko barunya. Dengan wajah malu ia meminta maaf atas kesalahannya, lalu berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Beruntung kepala toko hanya tersenyum ramah meng-iyakan.

Hari itu, Muzaki dikenalkan oleh kepala toko barunya pada karyawan lain. Tampak saat itu. hanya ada dua karyawan di Shift pagi itu, mereka adalah Rianti dan satunya lagi Maya.

Rianti tampak sosok perempuan yang agak sedikit tomboy namun parasnya terlihat ramah meyakinkan. Sedang yang satu lagi: Maya, ia tampak seperti perempuan muda yang baru mekar kemarin sore. Anak remaja yang tampak baru dewasa. Tubuh kecilnya tampak seperti anak yang baru lulus SMA. Tapi itu hanya pandangan semata, toh umurnya beda tipis dengan Muzaki sebetulnya.

Di Toko tempat kerja barunya, kini Muzaki sudah tidak menjabat sebagai karyawan biasa lagi (Pramuniaga), tapi ia sekarang mendapat rekomendasi dan kepercayaan, sebagai staff toko yang membawahi langsung beberapa Karyawan. “Don’t judge book by cover” cocok ditujukan pada Muzaki. Orang yang tampak pemalas dan kurang disiplin, sebenarnya orang yang lebih giat kerjanya alias rajin banget. Lebih rapih. Lebih tanggung jawab (lupakan soal disiplin waktu). Tak jarang, memang Muzaki lebih senang melebihkan waktu jam kerjanya ketimbang menguranginya. Alasannya karena dirinya selalu ingin pekerjaannya bisa selesai dan rapih seratus persen.

Entah karena apa juga, Muzaki selalu menjadi sosok yang lebih disenangi dan disegani, tentunya oleh karyawan se-toko. Saking disenanginya, kini ia sudah menjadi tempat cerita dimana karyawan lainnya yang ingin berkeluh kesah. Tak jarang juga karwayan lainnya mulai lebih senang guyon ataupun bercanda dengan Muzaki.  Wajar saja para karyawan memang terpaut usia yang tipis dengan Muzaki. Ada yang seumuran dan ada juga yang berbeda 2-3 tahun dari usianya. Satu sama lain memang sudah memandang seperti teman biasa, tak ada yang namanya batasan bergaul karena jabatan.

Kecuali satu orang, yang sedari awal Muzaki masuk, karyawan itu tampak terlalu segan. Cara sapaannya pada Muzaki pun berbeda dengan Karyawan lain. Karyawan itu lebih sering memanggil Muzaki dengan sebutan “Pak Muzaki”. Terlalu formal pada atasan. Walau sebenarnya bukan itu saja alasannya, toh Maya sebenarnya adalah karyawan baru, namun ia lebih dahulu masuk dan menjadi Karyawan toko sebelum Muzaki dimutasikan. Dan itu juga mungkin yang membuatnya masih membiasakan diri dengan lingkungan kerjanya. Dengan atasannya.

Satu bulan berlalu, semenjak Muzaki dimutasikan sekaligus menjabat sebagai Staff toko. Kini Muzaki sudah merasa lebih akrab dengan semua karyawan serta merasa lebih nyaman dengan tempat kerjanya itu. Dan satu hal lagi, kini karyawan yang tadinya terlalu kaku pada Muzaki pun sudah lebih santai. Tak lagi memanggil Muzaki dengan sebutan “Pak”. Setelah satu bulan itu, Muzaki juga tampak lebih dekat dengan karyawan pemalu itu. Malah ada yang lebih mengherankan dan mengejutkan Muzaki adalah ternyata Maya cukup bawel dan senang berbicara juga terkesan comel.

Maya juga senang berbagi cerita dengan Muzaki mengenai permasalahan asmaranya ataupun lain halnya. Hingga tak heran, saking Maya merasa bercerita itu hobinya. saat itu juga kuping muzaki selalu merasa panas tiap mendengar apa yang menjadi celotehannya. Bayangkan saja Maya selalu bercerita ini itu lewat panggilan hingga berjam-jam kemudian, beruntung tidak sampai seharian. Maya tak pernah bosan dengan topik yang dibicarakannya, selalu saja tentang perasaan sakit hatinya, tentang mantan pacarnya-lah yang dulu selalu mendua dan meninggalkannya. Lalu selalu saja berujunng bahwa Maya masih terus sakit hati sampai sekarang dan sialnya masih suka dengan sang mantannya.

Muzaki sebagai pendengar yang baik hanya bisa terheran, hanya bisa menggeleng-geleng kepala, bosan mendengar tutur cerita Maya yang tampak masih labil. Tampaknya Muzaki lebih banyak tersenyum sendiri menanggapinya. Muzaki merasa beruntung. Beruntung karena dirinya tak pernah merasakan pacaran, tak pernah merasakan bagaimana rasa sakit hati akibat diselingkuhi, terlebih tak pernah segalau dan se-labil Maya. Tentu semua itu  bukan dirinya karena tak laku, Ia memang enggan mempunya sebuah ikatan diluar pernikahan. Apapun itu, mau pacaran, Friend Zone ataupun lainnya yang sejenis keterikatan. Yang jelas pemikiran Muzaki itu idealis tentang sebuah harapan, ia hanya ingin langsung menikah ketika saati itu ia sudah mapan. Bukan ketika sudah pacaran.

“Menurut kamu, aku harus gimana?” Tanya Maya lewat telepon setelah cerita-cerita yang membosankan diputar ulang.

“Jujur, aku memang gak punya pengalaman sedikitpun tentang pacaran. Tapi setidaknya aku bisa kasih masukan dari sudut pandang aku. Anggap saja aku penonton. Dan menurut aku yah, itu sederhana. Kamu hanya perlu merubah pola pikir kamu menjadi ‘Jangan memikirkan siapa yang tidak memikirkan kamu’ tapi kalau itu masih saja tetap sulit, dan kamu masih merasa ada sedikit kesal pada mantan kamu. Aku punya saran lagi untuk kamu yaitu ‘buat mantan kamu menyesal karena menyia-nyiakan dan meninggalkan kamu. Caranya? Banyak, kamu bisa percantik diri kamu, perbaiki diri kamu. Kamu bisa move on dan menjalin hubungan dengan kekasih baru yang lebih menyayangi kamu. Aku yakin suatu saat mantanmu pasti merasa menyesal. Dan saat itu juga dia akan berlutut meminta maaf atau bahkan mengajakmu kembali. Dan saat itu adalah pilihan kamu tentang bagaimana melampiaskan rasa kesal kamu. Apa kamu akan memaafkan bergitu saja, atau mengacuhkannya. Tapi kamu akan sangat bodoh kalau suatu saat kamu menerima ajakannya untuk kembali, karena itu seolah membuat nilai kamu dimata para lelaki begitu ‘murah’. Itu hanya masukan dari aku yang anggap saja pengamat atau penonton. Terima engganya itu tergantung kamu”.

Apa yang diucapkan Muzaki memang selalu membuat Maya termenung pasti. Kenapa juga dirinya selalu membodohi diri. Selalu merasa kesal pada lelaki yang tak tahu diri. Lelaki yang sudah lama pergi. Harusnya ia sudah mulai berlari, bukan malah diam berdiri terus-menerus memikirkan apa yang sudah terjadi. Dan saat itu juga Maya putuskan untuk mencoba menegur hati, cepatlah melangkah jangan bermurung diri.

Setelah beberapa bulan silih berganti. Maya kian lebih dekat dengan Muzaki. Terlebih semenjak dirinya selalu bertukar cerita lewat telepon tiap malam. Tak jarang, ia juga sering kali bercanda dengan Muzaki disela-sela kerja.

Satu ketika, kedekatan mereka berdua kian lebih dekat. Itu adalah ketika Maya bekerja dengan tidak membawa motornya. Lalu saat pulang malam, Ia tak kedapatan angkutan umum, dan kebetulan saat itu masih ada Muzaki. Beruntung Muzaki tulus menawarkan diri mengantar Maya pulang. Dan tak butuh berpikir lama, Maya pun secepat kilat meng-iyakan dengan perasaan senang. Ada yang berdesir dalam hatinya karena mendapat perhatian Muzaki. Terlebih karena ia diantar pulang. Bisa berdua bersama cukup lama. Hati Maya menjerit senang. Hingga saat tiba di rumah, entah kenapa Maya begitu teriang. Tiba-tiba saja mulai yakin, bahwa ia mungkin memang jatuh hati dengan Muzaki. Hanya karena kini merasa sudah lama juga ia tak merasa sakit hati pada mantannya, dan itu karena perasaan yang sudah berlabuh pada hati baru pastinya

Hingga setelah esoknya, cuaca masih sama tak nampak beda dengan sebelumnya. Namun, Muzaki merasa hari tampak ada yang beda, terlebih setelah Maya tiba-tiba menawarkan dengan sengaja bekal sarapan padanya. Nasi goreng khusus buatan Maya. Spesial tentunya. Muzaki teramat heran, tak ada angin ataupun hujan, baru kali ini dirinya mendapat perhatian istimewa itu.

Setiap hari Muzaki mendapat nasi goreng spesialnya. Muzaki tak pernah henti bertanya-tanya. Maya kenapa?. Namun, Maya selalu menjawab “Gak-apa-apa, kepengen Aja”. Muzaki pasrah dibuatnya. Tak jarang perhatian Maya yang tampak berlebih itu, malah dilihat karyawan lainnya sebagai kemesraan orang yang sudah menjadi pasangan kekasih baru. Tak jarang juga mereka sering menggoda yang kontan membuat Maya dan Muzaki tersipu malu. Melayang. Tapi sayang, Muzaki tidak pernah peka menanggapi apa maksud Maya yang seharusnya diartikan sebuah rasa “sayang”. Wajar. soal percintaan Muzaki memang orang peyang.

Beruntung beberapa waktu kemudian, Muzaki tahu bagaiamana perasaan Maya. Itu setelah Rianti bercerita beberapa hal, tentang bagaiamana Maya mulai merasa nyaman, merasa mendapat perhatian lebih dari Muzaki dan banyak hal lagi yang membuat dia kini begitu menyukai. Jujur setelah mendengarnya. Muzaki agak kaget dan agak senang juga. Kaget karena ia memang bukan tipikal orang yang peka. Dan senang karena sebenarnya diam-diam ia juga suka dengan Maya, namun ia tak ingin terlalu mengikuti perasaannya, terlebih karena itu masalah prinsipnya.

“Jadi gimana? Loe juga suka sama Maya?”

Sejenak Muzaki selalu terdiam untuk menjawabnya. “Suka…,”

“Yau udah. Loe jadian aja sama Maya. Biar terkesan gak mainin perasaan orang.”

“Tapi gua ga mau pacaran. Dan gua janji ga akan mainin perasaan.”

Benar saja, setelah tahu tentang perasaannya. Kini Muzaki merasa lebih dekat dengan Maya. Lebih banyak juga memberi perhatian. Tak jarang lebih sering menjalin kemesraan. Mengajak makan siang berbarengan. Saling suap. Pulang berbarengan. Hingga pergi berdua sekedar jalan-jalan. Dunia seolah disulap Muzaki agar tampak milik mereka berdua. Memang tak ada yang lebih indah selain bermesraan dengan orang yang saling cinta. Amat bahagia. Itu yang awalnya Muzaki kira.

Tapi berjalannya waktu, ada yang berbeda dari sikap Maya. Dengan tega Maya menyakiti perasaan Muzaki. Menusuk secara diam. Maya pergi berduaan dengan seorang lelaki lain. Pergi berduaan. Menonton  bioskop bersama. Ada aroma perselingkuhan. Selingkuh? Sebenarnya tidak juga. Antara Maya dan Muzaki memang tidak memiliki hubungan yang jelas. Pacaran? Bukan, karena sejak kapan Muzaki menyatakan perasaan dan menembak hati Maya. Teman? Bisa jadi, tapi nyatanya kelewat mesra.

Maya tampak selalu merasa tidak puas dengan hubungannya bersama Muzaki. Tak ada kejelasan. Samakah perasaan Muzaki dengan dirinya? Jika ‘iya’ kenapa tak juga Muzaki nyatakan, pikir Maya.

Muzaki tak terima dengan sikap Maya. Itukah sosok asli Maya? Orang yang diam-diam selalu ia cintai. Yang diam-diam selalu rutin namanya langitkan tiap malam. Satu nama yang selalu menjada asa dalam bingkai hatinya. Kini remuk. Patah. Karena ulahnya. Dengan tega menebar pesona membuat pria lain terpana. Muzaki merana.

Sejak itu, beberapa hari Muzaki putuskan untuk berkelana. Berharap mendapat hiburan yang melenyapkan rasa gegananya. Pergi sementara.

Entah kenapa, Maya saat itu kemudian merasa kehilangan. Satu orang yang selalu nampak berwarna. Satu orang yang selalu menjadi fokus sorot matanya saat genit meliriknya. Kemana teman satu tokonya itu malah tak hadir lagi? Sudah 3 hari.

Tiba-tiba Maya gelisah. Ia mulai berpikir ada yang salah. Kenapa dirinya tak diberi kabar. Apa Muzaki sedang marah? Kenapa?

Akhirnya ia ingat. Sikap Muzaki yang mulai beda waktu itu. Tampak dingin. Tak ada gelak ramahnya lagi. Tatapannya asing. Mungkin sejak saat itu Muzaki sedang marah. Apa itu karena dirinya yang pergi berdua menonton bioskop dengan lelaki lain? Kenapa juga itu jadi masalah. Bukankah ia sudah menjelaskannya pada Muzaki. Siapa lelaki itu. Hanya teman!!

Maya berharap Muzaki akan berpikir dewasa. Jika pun cemburu, harusnya dapat berterus terang dan bukan malah menghilang. Kalau perihal termainkan perasaan, bukan Muzaki yang jadi korban, dirinya lah yang selalu jadi korban. Korban dari ketidakepastian dan ketidakjelasan. Bosan dengan penuh harapan.

Muzaki pulang. Kembali. Pada rutinitasnya. Toh jatah liburnya sudah habis. Kini perasaan dirinya tak lagi menangis. Tak lagi gerimis.

Tiba ditempat kerja. Muzaki dikagetkan dengan satu orang yang tiba-tiba menangis. Tampak seolah begitu rindu histeris. Maya meminta maaf dengan sepenuh hati. Berjanji tak akan mempermainkan perasaan lagi. tiba-tiba Maya mengaku jatuh hati. Muzaki tersenyum haru, nafasnya berderu, hatinya mulai berseru-seru. Jujur Muzaki juga rindu. Tampaknya Maya meluluhkannya kembali.

=======

 

(Part 2)

Sepasang manusia itu tengah begitu mesra menjalin asmara. Saling suap-menyuapi di tengah jadwal makan siangnya. Kembali seperti menjadi pasangan baru, alangkah membahagiakannya. Itu yang sebagian dirasakan Maya. Ya, sebagian. Masih ada ada sebagian lagi yang masih membuat hati Maya tak terlalu gembira.

Apa nama hubungannya sekarang dengan Muzaki?

Sampai sekarang dirinya tak pernah mendengar ucapan yang menyatakan tentang perasaannya meminta dirinya untuk dijadikan pacar. Belum. Mungkin saja tidak akan pernah, pikir Maya. Perasaan Muzaki hanya terbaca sirat oleh Maya. Sedikit yakin bahwa Muzaki juga menyukai dirinya. Terlebih setelah tingkah cemburu Muzaki waktu itu. Yah, Maya sedikit yakin karenanya.

“Perasaan kamu tuh sebenarnya gimana?” sedikit berani Maya tiba-tiba menanyakan.

Sambil mengunyah, sejenak Muzaki terdiam. “Perasaan aku sama kamu?”

Maya mengangguk berat. Takut dengan salah tanyanya. Takut dengan harapannya. Takut karena ucapan bodohnya.

“Kalau kamu ingin tahu. Aku kasih tahu, setelah makan. Tapi jangan disini.”

Pernyataan Muzaki membuat Maya penasaran. Degup jantungnya mendadak kian berdebar. Apa yang ingin diberi tahukan Muzaki? Mungkinkah akan sama dengan harapannya. Atau mungkin sebaliknya. Maya sedikit bimbang.

Muzaki mengajak Maya pergi dari tempat makan. Menuju tempat yang sedikit indah. Sedikit sunyi dari lalu lalang keramaian manusia. Biarlah pohon-pohon indah dan angin manja yang menjadi saksinya. Muzaki akan menyatakan perasaannya. Semoga saja dimengerti oleh Maya.

“Kamu kenapa ajak aku kesini?”

“Pengen aja. Toh pemandangannya indah. Kamu gak suka?”

“Suka kok,”

Muzaki melangkah lebih dekat pada Maya. Menjulurkan tangan, memegang tangan kedua tangan Maya. “Kamu mau tau?”

Maya mengangguk. Deru nafasnya memberat.

Cup!

Bibir manis Maya dikecup sengaja.

Maya tercengang, hatinya ikut melayang. Tak sempat dirinya membayang, akan kecupan yang tiba-tiba dilayangkan.

“Itu perasaan aku,”

Maya masih diam dengan bengongnya. Walau sebenarnya degup jantung tak pernah diam malah berdegup tak normal.

“Balik yu! Bentar lagi masuk!” Dengan wajah tak berdosa Muzaki mengajak Maya.

Sulit rasanya untuk Maya berkata, ataupun sekedar berucap. Ia tak ingin berbicara dengan terbata. Semua ini gara-gara hati yang terlalu bahagia. Akhirnya Maya hanya mengangguk ‘iya’. Dengan perasaan lega, matanya berkaca. Tangannya menjulur tubuh Muzaki yang sibuk mengendarai. Memeluk erat kekasih hatinya yang baru memberi sedikir jelas itu. “Makasih yah!” lirih Maya.

Setelah perasaanya berhasil terungkapkan lewat kecupan itu. Muzaki juga merasa sedikit lebih lega. Setidaknya kini ia juga tak merasa berdosa karena seolah menggantungkan perasaan orang. Tapi tetap saja ia tak akan pernah mau mengajak Maya pacaran. Dan semoga saja Maya mengerti. Karena tidak semua perasaan sayang harus terjalin dengan hubungan bernama pacaran. Baginya selama ada rasa sayang dan setia satu sama lain, itu dirasa cukup. Dan ini juga berkaitan dengan prinsipnya, bahwa ia tidak pernah ingin mempunyai keterikatan hubungan selain menikah.

Namun, Muzaki berjanji pada hatinya, pada Maya. Bahwa ia tidak akan pernah berpaling pada hati lain, selain nama ‘Maya’ sampai Maya meninggalkan dirinya dan berpaling pada hati lain. Toh karena memang tidak ada keterikatan satu sama lain.

Tapi Maya hanyalah perempuan. Perempuan yang tak pernah bosan mendamba balasan perhatian. Tak jarang maya berbasa-basi memanggil Muzaki dengan sebutan ‘sayang’, mengucap ‘I love u’ dengan nada merayu. Naas seperti disengaja, tak ada balasan yang terucap persis dari Muzaki. Maya kecewa, kesal. Menanyakan kembali.

Benarkah Muzaki menyayanginya?

Benarkah Muzaki mencintainya?

Sebegitu beratkah berucap kata ‘sayang’ atau sebegitu malu kah berkata ‘I love u too’?

Maya mengira itu semua karena tidak pernah ada kejelasan mengenai keterikatan antara dirinya dan Muzaki. Lagi, Maya merasa dirinya jadi korban dari ketidakpastian. Maya lelah.

Muzaki dibuat pilu kembali. Tampak Maya kembali tega. Tidak, kini lebih tega. Dengan ringan malah memberi isyarat pada kumpulan keparat. Dengan tak berdosa dia berlagak menjadi domba pada serigala pemangsa. Dengan polos Maya bermain rasa dengan lelaki lain. Tega.

Itukah balasan dari segala kesetiaan Muzaki?

Itukah balasan dari segala perbuatan baiknya?

Muzaki ingin tahu, kenapa Maya berbuat begitu? ataukah memang dia adalah perempuan seperti itu? perempuan dengan aroma bunga semerbak. Sporadis. Selalu menebar wangi pada setiap penjuru. Berhasil, Maya telah berhasil membuat hati Muzaki amat pilu.

Rasanya sulit bagi Muzaki menerima semua itu. Tak lama setelah itu, Muzaki meminta penjelasan. Kenapa Maya tega berbuat sedemikian tanpa tanpa memberi alasan.

 “Aku lelah… cukup lama aku menunggu. Sudah lama aku menanti kepastian dari kamu. tak pernah ada kejelasan. Aku gak tahu kita itu pacaran atau apa. Kamu juga gak pernah peka. Gak pernah ada kata ‘sayang’ yang terucap lewat kamu? Gak pernah ada kata ‘I Love u’ dari kamu. Selalu saja kalimat-kalimat itu terucap dari aku. Kamu malu? Atau mungkin perasaan kamu sebenarnya adalah ragu?”

Mendengar tutur penjelasan Maya, kontan membuat Muzaki tak mudah untuk menjawab dengan perkataan lagi. Dirinya sadar dan merasakan tentang apa yang diucapkan Maya.

“Lihat, kamu diamkan? Aku sudah menduga kamu gak akan bisa menjawab atau mengelaknya. Jadi ya sudah, mungkin memang sampai sini kebersamaan kita. Semoga ini bisa jadi pelajaran berharga. Terima kasih atas semuanya.”

            Tut!

Suara panggilan itu ditutup.

Itukah perempuan? dengan perasaan murung, Muzaki merenung. Hatinya perlahan gundah, air matanya mulai basah. Maya berhasil membuat dirinya bahagia hingga akhirnya terluka parah. Tampak ia sadar tentang harap yang ternyata selama ini salah.

Apa semua perempuan memang seperti itu? seperti bagaimana Maya?

Apa semua kasih sayang itu harus selalu diucapkan?

Apa semua tindakan tak bisa menjadi jawaban? jawaban akan rasa kasih sayang

Apa perempuan selalu membutuhkan kepastiaan, yang katanya memberi kejelasan tentang sebuah ‘ikatan’?

Apa semua kepastian harus berbentuk ‘ikatan’? bagaimana dengan kesetiaan?

Muzaki selalu berusaha setia pada Maya. Tak pernah berpaling, malah sebaliknya. Dan apakah Maya tidak pernah berpikir dengan rasa yang saling terhubung. Menghubungkan masing-masing hati yang selalu berdesir dalam relung. Bukankah itu juga kunci dari sebuah ‘Ikatan’. Namun, tampaknya Maya hanya bersungut banyak alasan. Harusnya Maya terus terang dan bilang kalau sudah bosan.

Muzaki tersenyum, tampak rasa kesal kian menyelimuti perasaan pilunya.

Terima Kasih Pengirm Pilu, Pengejar Kepastian Palsu… 

Komentar

Banyak dilirik 👀👀

Penyesalan Yang Belum Berlalu

The Story of The Lake And A Glass (Revising and Editing by @A.ksaraaa)