Tentang Perasaan Yang Terhubung
![]() |
Perekah-kata.blogspot.com |
(Part 1)
Langit
sudah berganti selimutnya. Matahari seperti biasa sudah berlagak sopan melambai
pagi. Hari juga bagitu cerah. Awan putih tampak indah bergelantungan di atas
langit biru. Burung-burung tampak terbang berlalu lalang, berpetualang memulai
hari dengan semangat mencari rezeki. Ayam-ayam yang berinjak di bumi pun tengah
sibuk mencakar tanah, mencari cacing untuk sarapan sambil sesekali berkokok memanggil
tuannya—belum juga muncul dari kandangnya ‘Rumah’.
Di
dalam Rumah, seorang pemuda tampak masih asyik dengan lelapnya. Ia tampak
tertidur pulas usai berlelah semalaman, bekerja banting tulang hingga bergadang
kemalaman, sampai pulang ke rumah ia langsung ketiduran dengan seragam kerja
yang lupa belum terlepaskan.
Kini
suara dengkur tengah menyuarakan betapa lelahnya pemuda itu. Ia ingin istirahat
panjang untuk hari ini, inginnya begitu. Tapi ia lupa mengatur alarmnya agar
tak menyala di pukul tujuh. Hingga akhirnya suara berisik alarm seketika kurang
ajar mengganggunya.
Pemuda itu kontan terbangun risih. Membangting
jam wecker yang terus berdering nyaring. Sebentar kemudian, Ia lebih risih saat
teringat hari ini adalah dirinya dipindah kerjakan (mutasi) ke toko baru. Secepat
kilat ia langsung terperanjat bangun.
Beberapa
saat kemudian, pemuda itu langsung terbirit bersiap berangkat kerja. Ia merasa
tak perlu mengganti pakaiannya karena bau badannya bisa disamarkan dengan wangi
parfum— pikirnya. Tak perlu mandi, cuci muka saja, sebab sudah tak ada waktu
lagi, ia harus bergegas berangkat.
Tampaknya
selalu seperti itulah pagi hari yang dilewati pemuda yang akrab disapa Muzaki
itu. Sudah menjadi kebiasaan dirinya untuk bangun telat untuk pergi bekerja.
Terlebih alasan toko tempat kerjanya yang terbilang dekat dari rumah dan kepala
toko yang teramat ramah, memang selalu membuatnya lebih sengaja bersantai.
Namun, hari ini tentu berbeda. toko tempat kerja barunya lumayan berjarak cukup
jauh dari rumah dan tentunya kepala tokonya pun berbeda. Maka pagi ini ia begitu
panik, tak ada alasan untuk bereleha ria dengan kemalasannya.
Tiba
pukul delapan, dengan agak ngos-ngosan Muzaki masuk kedalam toko.
Memperkenalkan diri pada kepala toko barunya. Dengan wajah malu ia meminta maaf
atas kesalahannya, lalu berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Beruntung
kepala toko hanya tersenyum ramah meng-iyakan.
Hari
itu, Muzaki dikenalkan oleh kepala toko barunya pada karyawan lain. Tampak saat
itu. hanya ada dua karyawan di Shift pagi itu, mereka adalah Rianti dan satunya
lagi Maya.
Rianti
tampak sosok perempuan yang agak sedikit tomboy namun parasnya terlihat ramah
meyakinkan. Sedang yang satu lagi: Maya, ia tampak seperti perempuan muda yang
baru mekar kemarin sore. Anak remaja yang tampak baru dewasa. Tubuh kecilnya
tampak seperti anak yang baru lulus SMA. Tapi itu hanya pandangan semata, toh
umurnya beda tipis dengan Muzaki sebetulnya.
Di
Toko tempat kerja barunya, kini Muzaki sudah tidak menjabat sebagai karyawan
biasa lagi (Pramuniaga), tapi ia sekarang mendapat rekomendasi dan kepercayaan,
sebagai staff toko yang membawahi langsung beberapa Karyawan. “Don’t judge
book by cover” cocok ditujukan pada Muzaki. Orang yang tampak pemalas dan
kurang disiplin, sebenarnya orang yang lebih giat kerjanya alias rajin banget.
Lebih rapih. Lebih tanggung jawab (lupakan soal disiplin waktu). Tak jarang, memang
Muzaki lebih senang melebihkan waktu jam kerjanya ketimbang menguranginya.
Alasannya karena dirinya selalu ingin pekerjaannya bisa selesai dan rapih seratus
persen.
Entah
karena apa juga, Muzaki selalu menjadi sosok yang lebih disenangi dan disegani,
tentunya oleh karyawan se-toko. Saking disenanginya, kini ia sudah menjadi
tempat cerita dimana karyawan lainnya yang ingin berkeluh kesah. Tak jarang
juga karwayan lainnya mulai lebih senang guyon ataupun bercanda dengan
Muzaki. Wajar saja para karyawan memang
terpaut usia yang tipis dengan Muzaki. Ada yang seumuran dan ada juga yang berbeda
2-3 tahun dari usianya. Satu sama lain memang sudah memandang seperti teman
biasa, tak ada yang namanya batasan bergaul karena jabatan.
Kecuali
satu orang, yang sedari awal Muzaki masuk, karyawan itu tampak terlalu segan.
Cara sapaannya pada Muzaki pun berbeda dengan Karyawan lain. Karyawan itu lebih
sering memanggil Muzaki dengan sebutan “Pak Muzaki”. Terlalu formal pada
atasan. Walau sebenarnya bukan itu saja alasannya, toh Maya sebenarnya adalah
karyawan baru, namun ia lebih dahulu masuk dan menjadi Karyawan toko sebelum
Muzaki dimutasikan. Dan itu juga mungkin yang membuatnya masih membiasakan diri
dengan lingkungan kerjanya. Dengan atasannya.
Satu
bulan berlalu, semenjak Muzaki dimutasikan sekaligus menjabat sebagai Staff
toko. Kini Muzaki sudah merasa lebih akrab dengan semua karyawan serta merasa
lebih nyaman dengan tempat kerjanya itu. Dan satu hal lagi, kini karyawan yang
tadinya terlalu kaku pada Muzaki pun sudah lebih santai. Tak lagi memanggil
Muzaki dengan sebutan “Pak”. Setelah satu bulan itu, Muzaki juga tampak lebih
dekat dengan karyawan pemalu itu. Malah ada yang lebih mengherankan dan mengejutkan
Muzaki adalah ternyata Maya cukup bawel dan senang berbicara juga terkesan
comel.
Maya
juga senang berbagi cerita dengan Muzaki mengenai permasalahan asmaranya
ataupun lain halnya. Hingga tak heran, saking Maya merasa bercerita itu hobinya.
saat itu juga kuping muzaki selalu merasa panas tiap mendengar apa yang menjadi
celotehannya. Bayangkan saja Maya selalu bercerita ini itu lewat panggilan
hingga berjam-jam kemudian, beruntung tidak sampai seharian. Maya tak pernah
bosan dengan topik yang dibicarakannya, selalu saja tentang perasaan sakit
hatinya, tentang mantan pacarnya-lah yang dulu selalu mendua dan
meninggalkannya. Lalu selalu saja berujunng bahwa Maya masih terus sakit hati
sampai sekarang dan sialnya masih suka dengan sang mantannya.
Muzaki
sebagai pendengar yang baik hanya bisa terheran, hanya bisa menggeleng-geleng
kepala, bosan mendengar tutur cerita Maya yang tampak masih labil. Tampaknya Muzaki
lebih banyak tersenyum sendiri menanggapinya. Muzaki merasa beruntung.
Beruntung karena dirinya tak pernah merasakan pacaran, tak pernah merasakan
bagaimana rasa sakit hati akibat diselingkuhi, terlebih tak pernah segalau dan
se-labil Maya. Tentu semua itu bukan dirinya
karena tak laku, Ia memang enggan mempunya sebuah ikatan diluar pernikahan.
Apapun itu, mau pacaran, Friend Zone ataupun lainnya yang sejenis
keterikatan. Yang jelas pemikiran Muzaki itu idealis tentang sebuah harapan, ia
hanya ingin langsung menikah ketika saati itu ia sudah mapan. Bukan ketika
sudah pacaran.
“Menurut
kamu, aku harus gimana?” Tanya Maya lewat telepon setelah cerita-cerita yang
membosankan diputar ulang.
“Jujur,
aku memang gak punya pengalaman sedikitpun tentang pacaran. Tapi setidaknya aku
bisa kasih masukan dari sudut pandang aku. Anggap saja aku penonton. Dan
menurut aku yah, itu sederhana. Kamu hanya perlu merubah pola pikir kamu
menjadi ‘Jangan memikirkan siapa yang tidak memikirkan kamu’ tapi kalau
itu masih saja tetap sulit, dan kamu masih merasa ada sedikit kesal pada mantan
kamu. Aku punya saran lagi untuk kamu yaitu ‘buat mantan kamu menyesal
karena menyia-nyiakan dan meninggalkan kamu. Caranya? Banyak, kamu bisa
percantik diri kamu, perbaiki diri kamu. Kamu bisa move on dan menjalin hubungan
dengan kekasih baru yang lebih menyayangi kamu. Aku yakin suatu saat mantanmu
pasti merasa menyesal. Dan saat itu juga dia akan berlutut meminta maaf atau
bahkan mengajakmu kembali. Dan saat itu adalah pilihan kamu tentang bagaimana
melampiaskan rasa kesal kamu. Apa kamu akan memaafkan bergitu saja, atau
mengacuhkannya. Tapi kamu akan sangat bodoh kalau suatu saat kamu menerima
ajakannya untuk kembali, karena itu seolah membuat nilai kamu dimata para
lelaki begitu ‘murah’. Itu hanya masukan dari aku yang anggap saja pengamat
atau penonton. Terima engganya itu tergantung kamu”.
Apa
yang diucapkan Muzaki memang selalu membuat Maya termenung pasti. Kenapa juga
dirinya selalu membodohi diri. Selalu merasa kesal pada lelaki yang tak tahu
diri. Lelaki yang sudah lama pergi. Harusnya ia sudah mulai berlari, bukan
malah diam berdiri terus-menerus memikirkan apa yang sudah terjadi. Dan saat
itu juga Maya putuskan untuk mencoba menegur hati, cepatlah melangkah jangan
bermurung diri.
Setelah
beberapa bulan silih berganti. Maya kian lebih dekat dengan Muzaki. Terlebih
semenjak dirinya selalu bertukar cerita lewat telepon tiap malam. Tak jarang,
ia juga sering kali bercanda dengan Muzaki disela-sela kerja.
Satu
ketika, kedekatan mereka berdua kian lebih dekat. Itu adalah ketika Maya
bekerja dengan tidak membawa motornya. Lalu saat pulang malam, Ia tak kedapatan
angkutan umum, dan kebetulan saat itu masih ada Muzaki. Beruntung Muzaki tulus
menawarkan diri mengantar Maya pulang. Dan tak butuh berpikir lama, Maya pun
secepat kilat meng-iyakan dengan perasaan senang. Ada yang berdesir dalam
hatinya karena mendapat perhatian Muzaki. Terlebih karena ia diantar pulang. Bisa
berdua bersama cukup lama. Hati Maya menjerit senang. Hingga saat tiba di
rumah, entah kenapa Maya begitu teriang. Tiba-tiba saja mulai yakin, bahwa ia
mungkin memang jatuh hati dengan Muzaki. Hanya karena kini merasa sudah lama
juga ia tak merasa sakit hati pada mantannya, dan itu karena perasaan yang
sudah berlabuh pada hati baru pastinya
Hingga
setelah esoknya, cuaca masih sama tak nampak beda dengan sebelumnya. Namun, Muzaki
merasa hari tampak ada yang beda, terlebih setelah Maya tiba-tiba menawarkan
dengan sengaja bekal sarapan padanya. Nasi goreng khusus buatan Maya. Spesial
tentunya. Muzaki teramat heran, tak ada angin ataupun hujan, baru kali ini
dirinya mendapat perhatian istimewa itu.
Setiap
hari Muzaki mendapat nasi goreng spesialnya. Muzaki tak pernah henti
bertanya-tanya. Maya kenapa?. Namun, Maya selalu menjawab “Gak-apa-apa,
kepengen Aja”. Muzaki pasrah dibuatnya. Tak jarang perhatian Maya yang tampak
berlebih itu, malah dilihat karyawan lainnya sebagai kemesraan orang yang sudah
menjadi pasangan kekasih baru. Tak jarang juga mereka sering menggoda yang
kontan membuat Maya dan Muzaki tersipu malu. Melayang. Tapi sayang, Muzaki tidak
pernah peka menanggapi apa maksud Maya yang seharusnya diartikan sebuah rasa
“sayang”. Wajar. soal percintaan Muzaki memang orang peyang.
Beruntung
beberapa waktu kemudian, Muzaki tahu bagaiamana perasaan Maya. Itu setelah Rianti
bercerita beberapa hal, tentang bagaiamana Maya mulai merasa nyaman, merasa
mendapat perhatian lebih dari Muzaki dan banyak hal lagi yang membuat dia kini
begitu menyukai. Jujur setelah mendengarnya. Muzaki agak kaget dan agak senang
juga. Kaget karena ia memang bukan tipikal orang yang peka. Dan senang karena
sebenarnya diam-diam ia juga suka dengan Maya, namun ia tak ingin terlalu
mengikuti perasaannya, terlebih karena itu masalah prinsipnya.
“Jadi
gimana? Loe juga suka sama Maya?”
Sejenak
Muzaki selalu terdiam untuk menjawabnya. “Suka…,”
“Yau
udah. Loe jadian aja sama Maya. Biar terkesan gak mainin perasaan orang.”
“Tapi
gua ga mau pacaran. Dan gua janji ga akan mainin perasaan.”
Benar
saja, setelah tahu tentang perasaannya. Kini Muzaki merasa lebih dekat dengan
Maya. Lebih banyak juga memberi perhatian. Tak jarang lebih sering menjalin
kemesraan. Mengajak makan siang berbarengan. Saling suap. Pulang berbarengan.
Hingga pergi berdua sekedar jalan-jalan. Dunia seolah disulap Muzaki agar tampak
milik mereka berdua. Memang tak ada yang lebih indah selain bermesraan dengan
orang yang saling cinta. Amat bahagia. Itu yang awalnya Muzaki kira.
Tapi
berjalannya waktu, ada yang berbeda dari sikap Maya. Dengan tega Maya menyakiti
perasaan Muzaki. Menusuk secara diam. Maya pergi berduaan dengan seorang lelaki
lain. Pergi berduaan. Menonton bioskop
bersama. Ada aroma perselingkuhan. Selingkuh? Sebenarnya tidak juga. Antara
Maya dan Muzaki memang tidak memiliki hubungan yang jelas. Pacaran? Bukan, karena
sejak kapan Muzaki menyatakan perasaan dan menembak hati Maya. Teman? Bisa
jadi, tapi nyatanya kelewat mesra.
Maya
tampak selalu merasa tidak puas dengan hubungannya bersama Muzaki. Tak ada
kejelasan. Samakah perasaan Muzaki dengan dirinya? Jika ‘iya’ kenapa tak juga
Muzaki nyatakan, pikir Maya.
Muzaki
tak terima dengan sikap Maya. Itukah sosok asli Maya? Orang yang diam-diam
selalu ia cintai. Yang diam-diam selalu rutin namanya langitkan tiap malam.
Satu nama yang selalu menjada asa dalam bingkai hatinya. Kini remuk. Patah.
Karena ulahnya. Dengan tega menebar pesona membuat pria lain terpana. Muzaki
merana.
Sejak
itu, beberapa hari Muzaki putuskan untuk berkelana. Berharap mendapat hiburan
yang melenyapkan rasa gegananya. Pergi sementara.
Entah
kenapa, Maya saat itu kemudian merasa kehilangan. Satu orang yang selalu nampak
berwarna. Satu orang yang selalu menjadi fokus sorot matanya saat genit meliriknya.
Kemana teman satu tokonya itu malah tak hadir lagi? Sudah 3 hari.
Tiba-tiba
Maya gelisah. Ia mulai berpikir ada yang salah. Kenapa dirinya tak diberi
kabar. Apa Muzaki sedang marah? Kenapa?
Akhirnya
ia ingat. Sikap Muzaki yang mulai beda waktu itu. Tampak dingin. Tak ada gelak
ramahnya lagi. Tatapannya asing. Mungkin sejak saat itu Muzaki sedang marah.
Apa itu karena dirinya yang pergi berdua menonton bioskop dengan lelaki lain?
Kenapa juga itu jadi masalah. Bukankah ia sudah menjelaskannya pada Muzaki.
Siapa lelaki itu. Hanya teman!!
Maya
berharap Muzaki akan berpikir dewasa. Jika pun cemburu, harusnya dapat berterus
terang dan bukan malah menghilang. Kalau perihal termainkan perasaan, bukan
Muzaki yang jadi korban, dirinya lah yang selalu jadi korban. Korban dari ketidakepastian
dan ketidakjelasan. Bosan dengan penuh harapan.
Muzaki
pulang. Kembali. Pada rutinitasnya. Toh jatah liburnya sudah habis. Kini
perasaan dirinya tak lagi menangis. Tak lagi gerimis.
Tiba
ditempat kerja. Muzaki dikagetkan dengan satu orang yang tiba-tiba menangis.
Tampak seolah begitu rindu histeris. Maya meminta maaf dengan sepenuh hati.
Berjanji tak akan mempermainkan perasaan lagi. tiba-tiba Maya mengaku jatuh
hati. Muzaki tersenyum haru, nafasnya berderu, hatinya mulai berseru-seru.
Jujur Muzaki juga rindu. Tampaknya Maya meluluhkannya kembali.
=======
(Part 2)
Sepasang
manusia itu tengah begitu mesra menjalin asmara. Saling suap-menyuapi di tengah
jadwal makan siangnya. Kembali seperti menjadi pasangan baru, alangkah
membahagiakannya. Itu yang sebagian dirasakan Maya. Ya, sebagian. Masih ada ada
sebagian lagi yang masih membuat hati Maya tak terlalu gembira.
Apa
nama hubungannya sekarang dengan Muzaki?
Sampai
sekarang dirinya tak pernah mendengar ucapan yang menyatakan tentang
perasaannya meminta dirinya untuk dijadikan pacar. Belum. Mungkin saja tidak
akan pernah, pikir Maya. Perasaan Muzaki hanya terbaca sirat oleh Maya. Sedikit
yakin bahwa Muzaki juga menyukai dirinya. Terlebih setelah tingkah cemburu
Muzaki waktu itu. Yah, Maya sedikit yakin karenanya.
“Perasaan
kamu tuh sebenarnya gimana?” sedikit berani Maya tiba-tiba menanyakan.
Sambil
mengunyah, sejenak Muzaki terdiam. “Perasaan aku sama kamu?”
Maya
mengangguk berat. Takut dengan salah tanyanya. Takut dengan harapannya. Takut
karena ucapan bodohnya.
“Kalau
kamu ingin tahu. Aku kasih tahu, setelah makan. Tapi jangan disini.”
Pernyataan
Muzaki membuat Maya penasaran. Degup jantungnya mendadak kian berdebar. Apa yang
ingin diberi tahukan Muzaki? Mungkinkah akan sama dengan harapannya. Atau
mungkin sebaliknya. Maya sedikit bimbang.
Muzaki
mengajak Maya pergi dari tempat makan. Menuju tempat yang sedikit indah.
Sedikit sunyi dari lalu lalang keramaian manusia. Biarlah pohon-pohon indah dan
angin manja yang menjadi saksinya. Muzaki akan menyatakan perasaannya. Semoga
saja dimengerti oleh Maya.
“Kamu
kenapa ajak aku kesini?”
“Pengen
aja. Toh pemandangannya indah. Kamu gak suka?”
“Suka
kok,”
Muzaki
melangkah lebih dekat pada Maya. Menjulurkan tangan, memegang tangan kedua
tangan Maya. “Kamu mau tau?”
Maya
mengangguk. Deru nafasnya memberat.
Cup!
Bibir
manis Maya dikecup sengaja.
Maya
tercengang, hatinya ikut melayang. Tak sempat dirinya membayang, akan kecupan
yang tiba-tiba dilayangkan.
“Itu
perasaan aku,”
Maya
masih diam dengan bengongnya. Walau sebenarnya degup jantung tak pernah diam
malah berdegup tak normal.
“Balik
yu! Bentar lagi masuk!” Dengan wajah tak berdosa Muzaki mengajak Maya.
Sulit
rasanya untuk Maya berkata, ataupun sekedar berucap. Ia tak ingin berbicara
dengan terbata. Semua ini gara-gara hati yang terlalu bahagia. Akhirnya Maya
hanya mengangguk ‘iya’. Dengan perasaan lega, matanya berkaca. Tangannya
menjulur tubuh Muzaki yang sibuk mengendarai. Memeluk erat kekasih hatinya yang
baru memberi sedikir jelas itu. “Makasih yah!” lirih Maya.
Setelah
perasaanya berhasil terungkapkan lewat kecupan itu. Muzaki juga merasa sedikit
lebih lega. Setidaknya kini ia juga tak merasa berdosa karena seolah
menggantungkan perasaan orang. Tapi tetap saja ia tak akan pernah mau mengajak
Maya pacaran. Dan semoga saja Maya mengerti. Karena tidak semua perasaan sayang
harus terjalin dengan hubungan bernama pacaran. Baginya selama ada rasa sayang
dan setia satu sama lain, itu dirasa cukup. Dan ini juga berkaitan dengan
prinsipnya, bahwa ia tidak pernah ingin mempunyai keterikatan hubungan selain
menikah.
Namun,
Muzaki berjanji pada hatinya, pada Maya. Bahwa ia tidak akan pernah berpaling
pada hati lain, selain nama ‘Maya’ sampai Maya meninggalkan dirinya dan
berpaling pada hati lain. Toh karena memang tidak ada keterikatan satu sama
lain.
Tapi
Maya hanyalah perempuan. Perempuan yang tak pernah bosan mendamba balasan
perhatian. Tak jarang maya berbasa-basi memanggil Muzaki dengan sebutan
‘sayang’, mengucap ‘I love u’ dengan nada merayu. Naas seperti disengaja, tak
ada balasan yang terucap persis dari Muzaki. Maya kecewa, kesal. Menanyakan
kembali.
Benarkah
Muzaki menyayanginya?
Benarkah
Muzaki mencintainya?
Sebegitu
beratkah berucap kata ‘sayang’ atau sebegitu malu kah berkata ‘I love u too’?
Maya
mengira itu semua karena tidak pernah ada kejelasan mengenai keterikatan antara
dirinya dan Muzaki. Lagi, Maya merasa dirinya jadi korban dari ketidakpastian.
Maya lelah.
Muzaki
dibuat pilu kembali. Tampak Maya kembali tega. Tidak, kini lebih tega. Dengan
ringan malah memberi isyarat pada kumpulan keparat. Dengan tak berdosa dia
berlagak menjadi domba pada serigala pemangsa. Dengan polos Maya bermain rasa
dengan lelaki lain. Tega.
Itukah
balasan dari segala kesetiaan Muzaki?
Itukah
balasan dari segala perbuatan baiknya?
Muzaki
ingin tahu, kenapa Maya berbuat begitu? ataukah memang dia adalah perempuan
seperti itu? perempuan dengan aroma bunga semerbak. Sporadis. Selalu menebar
wangi pada setiap penjuru. Berhasil, Maya telah berhasil membuat hati Muzaki
amat pilu.
Rasanya
sulit bagi Muzaki menerima semua itu. Tak lama setelah itu, Muzaki meminta
penjelasan. Kenapa Maya tega berbuat sedemikian tanpa tanpa memberi alasan.
“Aku lelah… cukup lama aku menunggu. Sudah
lama aku menanti kepastian dari kamu. tak pernah ada kejelasan. Aku gak tahu
kita itu pacaran atau apa. Kamu juga gak pernah peka. Gak pernah ada kata
‘sayang’ yang terucap lewat kamu? Gak pernah ada kata ‘I Love u’ dari kamu.
Selalu saja kalimat-kalimat itu terucap dari aku. Kamu malu? Atau mungkin perasaan
kamu sebenarnya adalah ragu?”
Mendengar
tutur penjelasan Maya, kontan membuat Muzaki tak mudah untuk menjawab dengan
perkataan lagi. Dirinya sadar dan merasakan tentang apa yang diucapkan Maya.
“Lihat,
kamu diamkan? Aku sudah menduga kamu gak akan bisa menjawab atau mengelaknya.
Jadi ya sudah, mungkin memang sampai sini kebersamaan kita. Semoga ini bisa
jadi pelajaran berharga. Terima kasih atas semuanya.”
Tut!
Suara
panggilan itu ditutup.
Itukah
perempuan? dengan perasaan murung, Muzaki merenung. Hatinya perlahan gundah,
air matanya mulai basah. Maya berhasil membuat dirinya bahagia hingga akhirnya
terluka parah. Tampak ia sadar tentang harap yang ternyata selama ini salah.
Apa
semua perempuan memang seperti itu? seperti bagaimana Maya?
Apa
semua kasih sayang itu harus selalu diucapkan?
Apa
semua tindakan tak bisa menjadi jawaban? jawaban akan rasa kasih sayang
Apa
perempuan selalu membutuhkan kepastiaan, yang katanya memberi kejelasan tentang
sebuah ‘ikatan’?
Apa
semua kepastian harus berbentuk ‘ikatan’? bagaimana dengan kesetiaan?
Muzaki
selalu berusaha setia pada Maya. Tak pernah berpaling, malah sebaliknya. Dan
apakah Maya tidak pernah berpikir dengan rasa yang saling terhubung.
Menghubungkan masing-masing hati yang selalu berdesir dalam relung. Bukankah
itu juga kunci dari sebuah ‘Ikatan’. Namun, tampaknya Maya hanya bersungut
banyak alasan. Harusnya Maya terus terang dan bilang kalau sudah bosan.
Muzaki
tersenyum, tampak rasa kesal kian menyelimuti perasaan pilunya.
Terima
Kasih Pengirm Pilu, Pengejar Kepastian Palsu…
Komentar
Posting Komentar
Tinggalkan jejak komentar yang bijak ya :)